Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Ichi The Killer (2001)

Satu lagi filmTakashi Miike yang masuk dalam jajaran film paling disturbing dan tentunya di-banned di banyak negara alasannya ialah tingkat kesadisan serta kekerasan yang tinggi. Ichi the Killer diangkat dari manga buatan Hideo Yamamoto yang awalnya juga diminta oleh Miike untuk menulis naskah film ini sebelum jadinya digantikan oleh Sakichi Sato alasannya ialah writer's block. Bisa dimaklumi kenapa Takashi Miike tertarik mengadaptasi manga yang satu ini, alasannya ialah di dalamnya terdapat banyak unsur yang menjadi favorit sang sutradara menyerupai Yakuza, komedi hitam dan kekerasan tingkat tinggi. Tapi sebelum membahas lebih lanjut ihwal film ini, patut diketahui bahwa sosok Ichi yang ada pada judulnya bukanlah laki-laki berambut kuning dengan wajah penuh luka yang terpampang di banyak sekali poster filmnya. Pria berambut kuning itu ialah Kakihara (Tadanobu Asano), salah seorang petinggi Yakuza yang juga anak buah dari bos Yakuza berjulukan Anjo. Kakihara ialah seorang sadomasokis yang menikmati segala kekerasan dan rasa sakit yang dirasakan oleh tubuhnya. 

Pada suatu malam, Anjo menghilang dari kamarnya secara misterius. Kakihara yang percaya bahwa sang bos masih hidup mati-matian mencarinya bersama bawah umur buah yang lain. Tapi mereka tidak tahu bahwa Anjo gotong royong telah dibunuh secara brutal oleh Ichi (Nao Omori) atas perintah Jijii (Shinya Tsukamoto) dengan tujuan mengadu domba para anggota Yakuza. Ichi sendiri meskipun sudah berulang kali melaksanakan pembunuhan dengan sadis gotong royong hanyalah seorang cowok cengeng dan pendiam yang pada masa lalunya menjadi korban bullying. Pengalaman trauma masa kemudian itulah yang kemudian dimanfaatkan Jijii untuk menjadikan Ichi sebagai sebuah mesin pembunuh, alasannya ialah sekalinya marah, ia pribadi menjelma pembunuh yang tidak kenal rasa kasihan. Jadilah saling buru terjadi antara Kakihara dengan Ichi. Saling buru yang menjadikan banyak pembunuhan dan kebrutalan dimana-mana. 

Dibandingkan dengan film-film Miike lainnya yang dianugerahi gelar "the most disturbing movie", Ichi the Killer adalah yang paling memenuhi ekspektasi. Sejak awal sudah ada penggalan badan berhamburan dan darah yang penuh membanjiri seluruh ruangan. Sejak menit awal Miike pribadi tancap gas dengan kegilaannya yang tersaji dengan begitu eksplisit. Kekerasan dalam fim ini pun tidak hanya asal pamer kesadisan disana-sini tapi juga terasa menyakitkan. Jadilah segala kekerasan yang ada semakin terasa efektif dan tidak hanya sambil kemudian menawarkan senyum pada penontonnya yang menyukai tipikal film semacam ini. Miike menampilkan lebih banyak didominasi kesadisannya dengan begitu nyata, bahkan adegan potong pengecap dalam film ini menciptakan adegan potong pengecap di Oldboy terasa begitu "ramah". Kekerasannya pun bukan hanya sekedar hiburan, tapi esensial dengan kisah dan karakternya. Tema besarnya ialah sadomasokis, dimana banyak huruf khususnya Kakihara mendapat kepuasan dari rasa sakit yang ia terima. Dengan tema dan huruf semacam itu, kekerasan yang hadir justru makin menguatkan huruf dan ceritanya. 
Bahkan bagi penonton (termasuk saya) yang menikmati semua kekerasan yang hadir, film ini terasa "meta" alasannya ialah kisah ihwal orang yang menikmati kekerasan ini dibalut dengan kekerasan, dan semakin brutal kekerasan yang hadir, semakin puas juga para penonton. Hal itu menawarkan keunikan bagi film ini dan justru menawarkan kedekatan antara penonton (baca: saya) dengan huruf yang ada khususnya Kakihara. Ichi the Killer memang brutal, tapi terperinci bukan film yang kosong. Layaknya Sion Sono, Takashi Miike tidak hanya asal menawarkan unsur sadis dalam tiap filmnya. Jika Sion Sono menyelipkan bencana dan sisi depresif pada huruf untuk dieksplorasi, Miike selalu mengemas plot filmya menjadi sesuatu yang menarik, bahkan tidak jarang terasa absurd. Mungkin tidak segila Gozu, tapi Ichi the Killer tetap punya plot yang pada beberapa momen terasa kompleks. Ada kerumitan yang tidak berlebihan dan sanggup menawarkan keasyikan pada saya disaat adegan brutal tidak sedang dipamerkan oleh Miike. Mungkin sub-plot yang ada terkesan kebanyakan dan kurang tergarap maksimal, tapi itu tidak hingga mengurangi kualitas ceritanya secara drastis.
Sayang, titik puncak film ini gagal memenuhi ekspektasi saya. Lagi-lagi sama menyerupai yang dirasakan Kakihara, saya pun kecewa pada final showdown antara Ichi-Kakihara yang sudah saya tunggu semenjak awal. Ichi sang pembunuh tanpa ampun berhadap dengan Kakihara, sang yakuza tanpa rasa kasihan yang menikmati rasa sakit. Klimaks gila dan brutal sayangnya tidak terjadi, alhasil sama menyerupai Kakihara yang dikecewakan Ichi, saya pun mencicipi hal yang sama. Sampai kemudian filmnya hingga pada ending ambigu yang jadi ciri khas Miike. Banyak teori ihwal ending film ini dan saya coba menawarkan beberapa teori versi saya sendiri, jadi tentu akan ada SPOILER. Kita melihat Ichi yang memenggal Takeshi jadinya membunuh Kakihara dengan menancapkan pisau di kepalanya sebelum jadinya ia jatuh dari atap gedung. Tapi ketika Jijii datang, tidak ada bekas luka di jidat Kakihara. Lalu kita melihat Kakihara sendirian di dalam bathtub, Jijii gantung diri, dan seorang dewasa yang berjalan bersama bawah umur dilewati oleh seekor gagak. Bisa kita simpulkan bahwa Kakihara gotong royong bunuh diri, sebagai sebuah manifestasi dari keinginannya untuk dibunuh oleh Ichia, ia jadinya berimajinasi akan luka di kepala yang membuatnya dibunuh oleh Ichi. 

Adegan Kakihara di bathtub banyak disebut sebagai perwujudan neraka dari Kakihara, dimana ia hanya sendirian dan tidak ada satupun yang sanggup memenuhi kesenangannya akan rasa sakit. Cukup masuk nalar tapi saya lebih suka melihatnya sebagai adegan metafora akan perasaan Kakihara daripada penggambaran "sesungguhnya" dari neraka. Disinilah terlihat bahwa Miike memang sengaja ingin menciptakan ending-nya ambigu. Lalu kenapa Jijii bunuh diri? Ada yang menyebut Jijii dan Ichi ialah orang yang sama dimana teori itu didukung oleh sebuah adegan yang menunjukkan Ichi keluar ke sebuah ruangan dan sesaat kemudian Jijii muncul dari ruangan yang sama, padahal sebelumnya ia tidak berada disana. Tapi teori itu diperlemah dengan pertemuan Jijii dengan Karen (Alien Sun). Setelah itu Karen bertemu dengan Ichi dan dalam pertemuan itu terperinci menunjukkan bahwa Jijiii dan Ichi ialah orang yang berbeda. Tapi saya yakin bahwa segala kisah palsu yang Jijii ceritakan pada Ichi ialah kisah masa kemudian Jijii sendiri. Kenapa Jijii bunuh diri lebih alasannya ialah rasa kosong yang ia rasakan sesudah semuanya usai, dan sesudah Ichi tidak sanggup lagi membunuh. Sedangkan dewasa di selesai film sanggup dua kemungkinan. Pertama ialah Takeshi, dan kedua ialah Ichi yang melaksanakan operasi plastik. 

Opsi kedua terdengar aneh, tapi coba pikirkan, bukankah hal itu menciptakan obrolan ihwal operasi plastik di pertengahan film jadi bukan sekedar obrolan pengisi? Jika wajahnya menyerupai Takeshi, sanggup saja itu dilakukan Ichi alasannya ialah rasa bersalahnya telah membunuh ayah Takeshi, atau sesungguhnya ia jadinya benar-benar membunuh Takeshi. Jika benar itu ialah Ichi, maka mungkin saja Jijii bukan bunah diri tapi dibunuh oleh Ichi. Pada jadinya diskusi ihwal ending-nya mungkin tidak akan pernah mendapat 100% balasan alasannya ialah kita semua tahu Takashi Miike suka akan kontroversi dan ambiguitas khususnya pada konklusi. Bahkan mungkin saja ia tidak menyiapkan balasan niscaya dan sekedar mengemasnya semoga terlihat ambigu. Tapi apapun interpretasi yang benar ihwal ending tersebut, tidak mengurangi kualitas Ichi the Killer sebagai sebuah film ihwal kenikmatan kekerasan yang penuh dengan kekerasan gila.

Artikel Terkait

Ini Lho Ichi The Killer (2001)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email