Tuesday, January 15, 2019

Ini Lho Metropolis (1927)

Jika The Artist tidak dikategorikan sebagai 100% film bisu maka Metropolis garapan sutradara Fritz Lang ini ialah film bisu pertama yang aku tonton dari awal sampai akhir. Dulu aku sempat menonton Nosferatu tapi tidak secara utuh. Jika Nosferatu bisa ditemukan dengan gampang di YouTube, tidak begitu dengan Metropolis yang meski sudah mengalami restorasi pada 2008 kemudian tetap tidak akan bisa kita lihat lagi versi aslinya secara lengkap. Versi orisinil film ini memiliki durasi sampai 153 menit, sedangkan yang aku tonton ialah versi yang "hanya" 117 menit. Sedangkan jikalau anda mencari di YouTube hanya akan ada yang berdurasi 60an menit kalau aku tidak salah. Saat ini Metropolis tidak hanya menjadi film langka namun juga dianggap merupakan salah satu film bisu terbaik yang pernah ada. Bahkan tidak hanya diantara film-film bisu saja Metropolis dianggap sebagai salah satu yang terbaik. Konsep ihwal masa depan yang begitu "berani" (untuk sebuah film yang dibentuk 85 tahun yang lalu) itulah yang menciptakan Metropolis disebut sebagai salah satu yang terbaik.

Kisahnya ber-setting di masa dystopia dimana pada ketika itu jarak antara si kaya dan si miskin sudah sangat jauh. Disaat Joh Fredersen (Alfred Abel) yang merupakan pemilik kota Metropolis tinggal disebuah gedung super tinggi yang penuh dengan kemewahan dan taman yang amat indah, para buruh yang dari pagi sampai malam bekerja keras baginya tinggal jauh dibawah tanah dalam kondisi yang sangat sederhana. Disaat yang dipikirkan Fredersen hanyalah laba pribadinya, sang anak, Freder (Gustav Frohlich) menyaksikan pemandangan mengerikan di pabrik milik sang ayah dimana para buruh bisa saja terbunuh tiap saat. Hal itulah yang menciptakan Freder tergerak dan hasilnya ikut membaur bersama para buruh. Disanalah ia bertemu dengan Maria (Brigitte Helm) yang menjadi pelopor para buruh dalam menghadapi rezim Fredersen tapi tanpa harus memakai kekerasan. Tidak butuh waktu usang bagi Freder untuk jatuh cinta pada Maria begitu juga sebaliknya. Tapi disisi lain sang ayah bersama seorang ilmuwan gila berjulukan Rotwang (Rudolf Klein-Rogge) punya rencana lain untuk menciptakan sebuah robot tiruan yang amat identik dengan Maria dengan segala kemampuan menyerupai insan umumnya.

Sangat menarik melihat bagaimana sineas di tahun 20an memaparkan citra masa depan yang ada dalam pikirannya. Yang cukup menarik ialah citra masa depan yang ada disini ternyata tidak jauh beda dengan apa yang sudah ada kini ini semisal gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, monorail, sampai robot yang nampak menyerupai insan meski pada kenyataannya robot zaman kini belum secanggih menyerupai yang ada di Metropolis tapi arah kesana sudah ada. Maka dari itu bagi kita yang melihat film ini kini mungkin tidak akan terlalu terasa nuansa future dalam film ini alasannya memang kecanggihan yang ditampilkan di film ini sudah banyak yang bisa kita temui sekarang. Tapi bagi penonton jaman dulu hal ini tentu saja terlihat begitu unik sekaligus aneh. Rasa asing tersebut terlihat dari fakta bahwa film ini tidak terlalu sukses secara komersil pada awal perilisannya alasannya dianggap terlalu asing dan mungkin rumit. Hal yang masuk akal mengingat ketika itu ialah dekade-dekade awal perfilman dan Fritz Lang sudah mengusung konsep sci-fi yang rumit untuk ukuran ketika itu. 
Coba bandingkan dengan beberapa film George Melies yang sering menampilkan sci-fi dalam film bisu miliknya. Fritz Lang mengedepankan unsur realistis dan sindiran sosial yang besar lengan berkuasa sedangkan film-film Melies meski mengusung sci-fi tapi juga terdapat unsur fantasi yang kental dan menciptakan film-filmnya lebih ringan untuk dicerna. Selain terasa realistis, konsep masa depan yang diusung dalam Metropolis juga menawarkan efek yang cukup besar pada genre sci-fi di kemudian hari. Beberapa diantaranya ialah Ridley Scott yang dalam menciptakan Blade Runner cukup terinspirasi dari dongeng film ini dan tentunya desain abjad C-3PO dalam Star Wars milik Lucas yang sangat menyerupai dengan desain robot milik Rotwang disini. Singkat kata jikalau bicara duduk masalah visual dan konsep sci-fi yang diusung maka Metropolis adalah juaranya Sulit dipercaya pada masa dimana usia dunia perfilman masih belum usang sudah ada yang mengusung konsep sci-fi menyerupai ini. Bujet raksasa yang digelontorkan untuk masa itu ($15 Juta) pada hasilnya memang terasa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Kisahnya cukup menarik diikuti meskipun tanpa obrolan dan tentu saja kualitas editingnya masih sangat sederhana. Beberapa hal dimasukkan kedalam dongeng film ini. Yang paling jadi sorotan utama dan sebagai tema utama ialah mengenai bagaimana kapitalisme yang makin menggila dimana sang pemimpin kekuasaan sudah tidak mempedulikan apapun selain kepentingan pribadinya. Saat itulah rakyat kecil seolah menjadi boneka bagi sang penguasa menyerupai terlihat di adegan awal ketika para pekerja berganti shift dimana bahasa badan mreka lebih tampak menyerupai robot daripada manusia. Lalu ada dongeng ihwal bagaimana sebuah revolusi yang dijalankan dengan hanya kekerasan tanggapan rasa murka tak terkendali tidak akan berakhir baik walaupun mungkin kekuasaan yang coba digulingkan berhasil jatuh pada revolusi tersebut tapi niscaya akan ada banyak efek negatif yang timbul karenanya. Selain kedua hal yang bisa dibilang cukup gamblang tersebut masih ada juga beberapa hal tersirat yang penafsirannya tergantung pada masing-masing penonton. Ada teman aku yang mengaitkan Metropolis dengan pergerakan dan simbol-simbol Illuminati yang memang cukup terlihat baik itu gamblang ataupun tersirat. Saya rasa penafsiran menyerupai itupun sah-sah saja. Saya sendiri lebih suka melihat film ini sebagai dongeng ihwal bagaimana kapitalisme memperbudak insan baik itu penguasa ataupun rakyatnya serta bagaimana sang penguasa tersebut menebar kepalsuan-kepalsuan kepada rakyat.

Pada hasilnya sangat disayangkan ada beberapa bab film yang tetap tidak bisa ditemukan alasannya sangat terasa bahwa ada missing reel dalam film ini yang cukup mensugesti alurnya dan kadang terasa agak membingungkan dengan adanya bab yang hilang tersebut. Menonton film ini kita juga harus sadar bahwa Metropolis adalah film tahun 1927 yang tentunya masih berisi aneka macam kesederhanaan untuk aspek teknis, penggarapan adegan dan metode akting para pemainnya. Sering terasa adegan yang jikalau dilihat dari kacamata film masa kini ialah adegan yang penuh kebodohan dan punya banyak lubang atau plot hole. Sedangkan untuk akting para pemainnya mungkin akan terlihat agak annoying alasannya memang untuk film bisu apra aktornya lebih dituntut melaksanakan gestur-gestur yang besar dan ekspresi yang cukup berlebihan juga. Sekali lagi harus diingat Metropolis ialah film tahun 1927 dan masih berupa film bisu. Jika anda menontonnya denagn contoh pikir menyerupai itu maka yang anda akan dapatkan ialah sebuah suguhan sci-fi yang penuh konsep luar biasa dan memuaskan. Mungkin satu hal yang agak mengganggu ialah mengenai sosok Maria. Siapakah ia sampai kata-katanya begitu didengar? Saya ragu ia ialah murni pemimpin pemberontakan. Apakah ia merupakan simbol bagi seorang prophet?

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Metropolis (1927)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email