Hanya berjarak sekitar dua bulan dari Perahu Kertas, film keduanya ikut dirilis. Sebuah langkah yang cukup unik merilis sekuel hanya berjarak dua bulan dari film pertamanya. Kasus dimana sebuah pembiasaan novel dibagi menjadi dua film memang beberapa kali terjadi menyerupai pada Harry Potter and the Deathly Hallows ataupun The Twilight Saga: Breaking Dawn. Namun dari kedua pembiasaan tersebut, jarak film pertama dan keduanya ada lebih dari setengah tahun. Sudah yakin dengan hasil syutingnya ataukah alasannya yaitu mengejar momentum (kejar setoran) aku tidak tahu niscaya alasan film garapan Hanung ini dirilis sangat berdekatan. Yang pasti, film pertamanya memperlihatkan kesan yang konkret bagi saya. Perahu Kertas pertanda bahwa perfilman Indonesia masih mampu menciptakan drama romantis dengan pangsa pasar remaja yang berkualitas dan punya sisi kesederhanaan dan keindahan disaat bersamaan. Setelah film pertamanya diakhiri dengan ending yang menciptakan penonton (yang suka pada filmnya) makin ingin tau dengan lanjutan ceritanya, maka film keduanya ini eksklusif melanjutkan momen tersebut.
Setelah beberapa usang tidak bertemu, Kugy (Maudy Ayunda) dan Keenan (Adipati Dolken) hasilnya kembali berjumpa di pesta janji nikah Eko (Fauzan Smith) dan Noni (Sylvia Fully) . Disitulah mereka kembali mengingat perasaan yang pernah dan masih mereka rasakan kepada satu sama lain. Saat itu status keduanya sudah sama-sama memiliki pacar dimana Kugy sudah pacaran dengan bosnya, Remi (Reza Rahadian). Keenan sendiri berpacaran dengan gadis yang ia temui di Bali, Luhde (Elyzia Mulachela). Pertemuan tersebut kembali menciptakan keduanya bersahabat dan menghabiskan waktu bersama. Bahkan keduanya kembali berpartner dimana Kugy menulis dongeng dongeng bawah umur sedangkan Keenan menjadi ilustratornya. Tapi perasaan yang mereka rasakan harus terhalang oleh keadaan dimana mereka berdua sudah sama-sama memiliki pacar. Makara apakah film keduanya ini bisa menjadi epilog yang lebih baik dari film pertamanya? Sayangnya bagi aku tidak.
Berbeda dengan film pertamanya, segala konflik dan alur dongeng di Perahu Kertas 2 sangatlah tertebak. Tidak ada kejutan kecil yang menyenangkan menyerupai yang sempat muncul di film pertamanya. Semuanya berjalan kearah yang sangat gampang ditebak dan merubah kesederhanaan yang ada di film pertamanya menjadi terasa makin klise. Cara Hanung untuk menuturkan banyak sekali momennya juga tidak sebaik film pertama. Film kedua ini bagaikan sebuah adonan adegan demi adegan yang diedit secara terburu-buru hngga kurang berhasil menciptakan penontonnya terikat secara emosional dengan filmnya. Lihat saja adegan dimana Kugy mengunjungi lagi Sakola Alit daerah ia mengajar dulu. Itu seharusnya menjadi adegan yang begitu emosional dan berpotensi menguras air mata penonton, tapi yang terlihat menyerupai hanyalah sebuah adegan asal tempel yang dimasukkan dalam film atas nama keharusan alasannya yaitu adegan itu menjadi salah satu adegan penting di novelnya. Hal yang sama terasa di beberapa adegan lain yang menyebabkan beberapa momen kurang terang kontinuitas dan hubungannya dengan adegan-adegan berikutnya.
Dikuranginya porsi duo Noni dan Eko (khususnya Eko) dalam film kedua ini juga berdampak cukup besar. Eko di film pertama selalu berhasil menyegarkan suasana dengan celetukan-celetukan lucunya, dan begitu porsinya dikurangi dengan amat sangat drastis, terasa ada kekurangan yang menciptakan filmnya sedikit kering. Memang suasana film jadi sedikit lebih remaja tapi menjadi kurang berwarna dengan tidak adanya candaan-candaan dari Eko. Hal itu bisa dibuktikan dikala abjad Eko keluar (hanya sekali ia benar-benar diberi kesempatan berceloteh) dan momen tersebut bisa menciptakan aku dan penonton lain tertawa. Karakter Kugy disini makin remaja dan aku justru menjadi kehilangan sosoknya di film pertama yang asing dan menggemaskan. Simpati yang aku rasakan pada tokoh-tokohnya menjadi berkurang dan itu menciptakan filmnya tidak semantap film pertama. Tidak ada lagi perasaan bahagia dan romantis yang menggebu, tidak ada lagi gelak tawa yang aku keluarkan, dan nyaris tidak ada pula momen menyentuh yang mampu menciptakan aku merinding. Perahu Kertas 2 pada hasilnya terasa nyaris kering.
Untung film ini masih setia memperlihatkan sinematografi yang cukup indah walaupun keindahannya tetap terasa menurun dibanding film pertama. Gambar-gambar yang masih tidak mengecewakan indah dan romantis bisa ditemui. Sayang tetap saja keindahan itu tidak se-variatif film pertamanya. Musik-musik sederhana yang romantis juga masih terdengar indah disini. Hanya saja alasannya yaitu sudah pernah menjumpai hal itu di film pertamanya, kesan yang muncul tidak lagi se-wah itu. Tapi secara keseluruhan Perahu Kertas 2 tidaklah jelek dan masih cukup lezat dinikmati meski terang tidak se-memorable film pertamanya. Masih ada beberapa adegan yang mengena meski bahu-membahu masih sangat bisa dimaksimalkan lagi. Ending ceritanya sendiri terkesan buru-buru dan pemecahan konfliknya sangat klise. Terasa tiba-tiba aku sudah dibawa ke simpulan cerita. Mungkin Hanung tidak ingin bertele-tele dalam mengakhiri filmnya, tapi bagi aku tetap terasa terburu-buru. Untungnya scene terakhir itu ditampilkan dengan cukup indah dan diiringi baris obrolan yang menyentuh tapi sederhana dan tentunya iringin lagu Perahu Kertas yang keren itu. Andaikan film keduanya ini dirilis tidak secepat ini mungkin Hanung masih punya kesempatan memperbaiki beberapa kekurangan tersebut. Tapi overall dwilogi Perahu Kertas yaitu sebuah suguhan yang cukup memuaskan bagi para pencari tontonan drama romantis yang ringan tapi berkualitas.
Ini Lho Bahtera Kertas 2 (2012)
4/
5
Oleh
news flash