Friday, January 11, 2019

Ini Lho Killers (2014)

Cukup usang juga sejak Mo Brothers membuat saya terkagum-kagum lewat kegilaan dan kebrutalan yang mereka tampilkan dalam Rumah Dara empat tahun lalu. Lewat film tersebut, mereka menunjukan bahwa Indonesia juga sanggup membuat film bergenre slasher yang tidak hanya anggun tapi juga cukup inovatif dan brutal. Jauh lebih brutal dan asing dari dominan slasher yang dibentuk oleh Hollywood. Selama jeda empat tahun ini juga salah satu dari Mo Brothers yakni Timo Tjahjanto sudah dua kali membuat karya asing lewat film pendek yang tergabung dalam The ABC's of Death dan V/H/S 2. Bersama The Raid 2: Berandal, Killers juga menjadi official selection dalam Sundance Film Festival 2014 dan bersama film karya Gareth Evans itu juga menjadi dua film Indonesia yang paling saya tunggu tahun ini. Dibuat dengan kerjasama antara Indonesi dan Jepang, Killers tidak hanya diisi oleh aktor-aktor lokal menyerupai Oka Antara, Luna Maya, Ray Sahetapy dan Epy Kusnandar tapi juga menampilkan para pemain dari Jepang menyerupai Kazuki Kitamura (Kill Bill: Volume 1), Rin Takanashi (Like Someone in Love, my favorite movie from last year) hingga Denden (Ju-On, Like Someone in Love). Apakah ekspektasi tinggi yang saya pasang akan sanggup terpenuhi oleh film ini?

Kisahnya berlokasi di dua daerah yakni Tokyo dan Jakarta dimana Killers akan secara bergantian mengajak kita mengikuti dua kisah tersebut. Di Tokyo ada Nomura Shuhei (Kazuki Kitamura), seorang administrator muda tampan yang sanggup dengan gampang memikat wanita. Namun dibalik semua itu ia menyimpan diam-diam gelap yang mengerikan. Nomura gemar membunuh orang-orang termasuk para wanita. Tidak hanya itu, proses pembunuhan yang ia lakukan juga direkam untuk kemudian beliau upload ke internet. Dari situlah aktivitas membunuhnya itu diketahui oleh Bayu (Oka Antara), seorang jurnalis muda ambisius yang selama ini sanagt terobsesi untuk membongkar kebusukan seorang politikus berjulukan Dharma (Ray Sahetapy) yang selalu berhasil lolos dari jerat hukum. Suatu hari alasannya sebuah insiden tak terduga, Bayu "tepaksa" melaksanakan pembunuhan pertamanya. Pada ketika itulah Bayu teringat akan agresi Nomura dan tetapkan merekam hal tersebut dan beliau unggah ke internet. Tidak butuh waktu usang bagi Nomura untuk menemukan Bayu dan sejak ketika itu keduanya mulai saling berkomunikasi baik itu lewat chat maupun saling "pamer" video pembunuhan yang mereka lakukan.

Pertama buang dulu jauh-jauh ekspektasi anda bahwa Killers akan menjadi sebuah sajian slasher penuh kebrutalan dan berjalan secepat Rumah Dara karena film ini murni sebuah psychological thriller yang lebih mengeksplorasi kedalaman diri karakternya. Memang masih ada banyak sekali adegan brutal, sadis dan penuh darah yang akan membuat penonton ngilu, tapi secara jumlah maupun banyaknya darah yang tumpah terperinci masih lebih sedikit kalau dibandingkan Rumah Dara. Bahkan dengan durasinya yang berjalan hampir 140 menit inipun Killers masih punya tempo yang berjalan cukup lambat dan terkadang terasa sunyi. Hanya beberapa kali saja film ini mempunyai letupan-letupan yang sekalinya muncul menghasilkan bukan sekedar letupan kecil namun besar, bahkan "ledakan". Mungkin butuh kesabaran ekstra mengikuti film bertempo lambat dan berdurasi panjang menyerupai ini, apalagi kalau anda sudah berekspektasi bahwa Killers akan menjadi sebuah slasher yang main "asal tebas". Meski masih mengumbar banyak adegan sadis, tujuan utama dari Killersi bukan hanya itu, tapi mengeksplorasi secara lebih mendalam mengenai sisi psikologis para serial killer menyerupai latar belakang mereka kenapa melaksanakan pembunuhan dan bagaimana mereka memandang kehidupan ini. Saya yang hanya berharap menerima suguhan sadis nyatanya dikejutkan oleh Killers yang tampil dengan bobot kisah yang lebih mendalam dari impian saya.
Killers memang mengungkap bagaimana kedalaman diri Nomura dan Bayu, menyerupai alasan yang mendorong mereka melaksanakan banyak sekali agresi pembunuhan dan mengunggahnya ke internet. Film ini menawarkan bagaimana dalam diri setiap orang, siapapun itu tidak terkecuali selalu ada sebuah kegelapan yang sering kali tidak disadari dan sanggup kapanpun muncul ke permukaan. Seperti tagline yang ada, film menunjukkan dengan terperinci bahwa inside us lives a killer. Baik itu lewat adegan yang positif maupun obrolan tersiratnya, Killers menunjukkan dengan terperinci apa yang melatar belakangi perbuatan dua abjad utamanya itu. Tapi tidak hanya itu, film ini juga membandingkan kedua sosok serial killer-nya yang memang punya latar belakang yang berbeda yang pada karenanya kuat berbeda pula pada sisi gelap yang muncul. Nomura terperinci punya masa kemudian kelam serta trauma mendalam dan ia pun selalu menjalani hidupnya dengan kesendirian. Hal itu juga yang karenanya membentuk Nomura sebagai monster pembunuh asing yang menerima kepuasan dengan menyebar luaskan agresi pembunuhannya serta punya cara pandang yang asing pula perihal kehidupan dan kematian. Bagi Nomura satu-satunya cara untuk menuntaskan persoalan yaitu membunuh atau dibunuh. Sedangkan Bayu berbeda. Dia punya keluarga yang ia sayangi meski sekarang tengah dilanda masalah. Dan yang mendorongnya membunuh pada awalnya yaitu keterpaksaan yang kemudian akhir rasa benci pada pihak lain serta persoalan keluarga yang ia alami mendorong Bayu melaksanakan pembunuhan berikutnya.

Namun Bayu pun tidak asal membunuh orang menyerupai Nomura. Orang-orang yang ia bunuh sanggup dibilang cukup punya "alasan" untuk dibunuh dan baginya masih ada orang tidak bersalah yang tidak layak dibunuh. Bayu pun mengunggah video pembunuhan miliknya lebih alasannya "terinspirasi" akhir tidak tahu harus berbuat apa dan berusaha mencari balasan atas sisi gelapnya yang tiba-tiba muncul. Berbeda dengan Nomura, Bayu masih punya alasan untuk tidak sepenuhnya mengalah pada monster dalam dirinya. Ya, Killers mungkin bukan sebuah thriller psikolgis terdalam yang pernah ada, tapi kedalaman kisahnya khususnya yang tersaji secara tersirat cukup memuaskan. Film ini membuat saya ngeri bukan saja alasannya adegan sadisnya tapi kepada efek-efek psikologis yang muncul termasuk membuat saya membayangkan betapa mengerikannya after effect yang sanggup terjadi sehabis ending-nya. Pada karenanya Killers terasa menyerupai perpaduan antara psyhcological thriller, slasher dan torture porn. Bahkan adegan sanksi yang dilakukan Nomura dan Bayu cukup mengingatkan saya pada sedikit atmosfer yang dimiliki serial televisi Dexter. Killers pun dengan gilanya berhasil mempermainkan emosi saya lewat beberapa adegan yang cukup shocking secara emosional maupun grafik. 

Mo Brothers juga dengan begitu baik mengemas tensi filmnya. Meski berjalan lambat tapi Killers tidak pernah kehilangan daya tariknya, khususnya berkat perpindahan kisah antara Jepang-Indonesia yang berjalan begitu rapih dan membuat temponya terasa dinamis. Bahkan beberapa kali adegan silih berganti dengan cepat antara Nomura dan Bayu yang membuat ketegangan. Bahkan ditengah banyak sekali kegilaan dan ketegangannya, Killers masih sempat menyelipkan unsur komedi hitam yang berhasil membuat saya tertawa. Sebagai pola sebuah adegan ketika Nomura didatangi dua orang polisi dan harus berurusan dengan korbannya yang "bandel". Atau adegan ketika Bayu merespon segala kegilaan Nomura dengan kalimat "mau ngapain lagi sih lo?" Saya juga suka bagaimana Mo Brothers mengemas banyak sekali adegannya dengan begitu cerdas. Ada tiga adegan favorit saya, pertama yaitu adegan baku tembak dalam mobil, kedua ketika Nomura dan Bayu bersamaan melaksanakan pembunuhan, ketiga yaitu rentetan momen mulai ketika keduanya pertama bertemu hingga titik puncak menegangkan nan asing diatas gedung. Belum lagi ditambah dengan iringan scoring keren karya Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi yang sukes membuat tiap adegannya terasa emosional menyerupai apapun tipikal musiknya. Akting anggun para pemainnya mulai dari Kazuki Kitamura dengan tatapan gilanya, Oka Antara dengan pergulatan psikologinya, Rin Takanashi dengan kepolosannya hingga Ray Sahetapy dengan aura jahatnya yang selalu intimidatif juga makin memperkuat film ini. Killers yaitu sebuah thriller yang tidak hanya sadis dan penuh darah tapi juga diisi dengan penelusuran asing perihal pikiran dua orang serial killer dalam memandang hidup mereka dan dunia. Terasa lamban memang, tapi ada kepuasan mendalam sehabis berhasil mengikuti kisahnya.

Artikel Terkait

Ini Lho Killers (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email